Laman

Kamis, 04 November 2010

Fotografi Sebuah Sejarah Bagi Dunia




Sejarah fotografi tidak akan lepas dari penemuan kamera dan film. Dengan penemuan film, kita dapat mereproduksi gambar, dan proses pencahayaan film tersebut terjadi di dalam kamera. Menurut sejarah, prinsip kerja kamera telah ditemukan sejak zaman Aristoteles, bahkan mungkin sebelumnya. Aristoteles mengadakan percobaannya dengan merentangkan kulit yang diberi lubang kecil, digelar di atas tanah dan diberi antara untuk menangkap bayangan matahari. Sehingga cahaya dapat menembus dan memantul di atas tanah dan gerhana matahari dapat diamati. Kemudian penemuan kamera obscura ditemukan oleh Leonardo da Vinci, sorang pelukis dan ilmuwan. Kamera obscura berupa sebuah kamar gelap yang diberi lubang kecil di salah satu sisinya, sehingga seberkas cahaya dapat masuk dan membuat bayangan dari benda-benda yang ada di depannya.

Pada mulanya kamera ini tidak begitu diminati, karena cahaya yang masuk amat sedikit, sehingga bayangan yang terbentuk pun samar-samar. Penggunaannya terutama masih untuk menggambar benda-benda yang ada di depan kamera. Penggunaan kamera ini baru populer setelah ditemukannya lensa pada tahun 1550. Dengan lensa pada kamera ini, maka cahaya yang masuk ke kamera dapat diperbanyak, dan gambar dapat dipusatkan, sehingga menggambar menjadi lebih sempurna.

Tahun 1575, kamera portable yang pertama baru dibuat, dan penemuan kamera ini untuk menggambar makin praktis. Baru tahun 1680 lahir kamera refleks pertama, namun penggunaannya masih untuk menggambar, karena bahan baku untuk mengabadikan benda-benda yang berada di depan lensa selain dengan menggambar masih belum ditemukan. Jadi, pada zaman tersebut, kamera masih dipakai untuk mempermudah dalam menggambar. Dimana hasil dari kamera tersebut masih belum dapat direproduksi, karena belum ditemukannya film negatif. Sejarah penemuan film dimulai ketika orang berusaha untuk dapat mengabadikan benda yang berada di depan kamera, sudah mulai berkembang sejak abad ke-19, dengan adanya penemuan penting oleh Joseph Niepce, seorang veteran Perancis. Ia bereksperimen dengan menggunakan Aspal Bitumen Judea. Dengan pencahayaan 8 jam, ia berhasil mengabadikan benda yang berada di depan lensa kameranya menjadi sebuah gambar pada plat yang telah dilapisi bahan kimia tersebut. Namun melalui percobaaan ini masih belum dapat membuat duplikat gambar Percobaan demi percobaan telah dilakukan untuk menemukan bahan pembuat duplikat gambar, tetapi tetap gagal. Sampai akhirnya Sir Henry Talbott menemukan Callotype dari bahan kertas yang gambar-gambarnya berupa gambar negatif dan dapat direproduksi. Tapi penemuan ini kurang diminati, karena hasilnya kurang tajam. Kemudian lahirlah Collodion, bahan baku fotografi yang diperkenalkan oleh Frederick Scott Archer, dengan menggunakan kaca sebagai bahan dasarnya. Proses ini adalah proses basah. Bahan kimia tersebut dilapiskan ke kaca, kemudian langsung dipasang pada kamera obscura, dan gambar yang dihasilkan lebih baik. Cara ini banyak dipakai untuk memotret di seluruh Eropa dan Amerika, sampai ditemukannya bahan gelatin dan ditemukannya bahan kimia yang dapat digunakan untuk proses kering.
Tahun 1895, George Eastman membuat film gulung (roll film) dengan bahan gelatin, yang dipakai untuk memotret (mengabadikan citra alam) sampai sekarang. Penemuan-penemuan tersebut di atas telah mempermudah kita dalam mengabadikan benda-benda yang berada di depan lensa dan mereproduksinya, sehingga para fotografer, baik amatir maupun profesional dapat menghasilkan suatu karya seni tinggi, tanpa perlu terhalang oleh keterbatasan teknologi.

FOTOGRAFI kini berkembang dan mempengaruhi hampir segala aspek kehidupan manusia. Pengaruhnya paling banyak terasa pada perkembangan media massa. Jika pada awal munculnya media massa hanya berisikan tulisan-tulisan, sekarang hampir seluruh media massa khususnya cetak dihiasi oleh foto. Berita tak hanya dapat tersampaikan dari sebuah tulisan, fotopun dapat menyampaikan sebuah berita.

Tak hanya penerapannya, teknologi fotografi juga berkembang pesat. Dalam Bab ini akan dibahas lebih lanjut perkembangan teknologi fotografi dari awal konsep fotografi itu sendiri ditemukan.

Jika melihat peristiwanya, fotografi sendiri sudah ditemukan pada sekitar tahun 1000 M. Dikatakan Al Hazen-lah yang pertama kali menemukan konsep dari fotografi. Pelajar berkebangsaan arab ini menulis bahwa citra dapat dibentuk dari sebuah cahaya yang melewati sebuah lubang kecil. Pada sekitar 400 tahun kemudian, Leonardo Da Vinci menulis fenomena yang sama. Berdasarkan penemuan Da Vinci, Battista Delta Porta mempublikasikan sebuah buku yang membahas tentang Camera Obscura. Istilah ini diambil dari bahasa latin yaitu camera yang berarti kamar dan obscura yang artinya gelap. Melalui karyanya itu ia dianggap sebagai penemu prinsip kerja kamera.

Pada awal abad ke-17 muncul sebuah penemuan menarik. Jika pada awal penemuannya lebih pada konsep fotografi yaitu proyeksi sebuah image atau citra, pada awal abad ke-17 ini ditemukan cara untuk merekam citra tersebut. Angelo Sala, seorang ilmuwan Italia, menemukan bahwa jika serbuk perak nitrat terkena cahaya maka warnanya akan berubah menjadi hitam. Namun masalah yang dihadapi Angelo adalah meskipun dapat merekam gambar dengan menggunakan serbuk itu, gambar yang terekam tidak bertahan lama. Dan beberapa tahun berikutnya Johann Heinrich Schuize dan Thomas Hedgwood juga melakukan percobaan yang sama namun dengan hasil yang kurang memuaskan pula. Bahkan percobaan yang dilakukan oleh Schuize sendiri tidak berhubungan dengan bidang fotografi karena ia merupakan Profesor farmasi dari sebuah universitas di Jerman.

Dan kemudian pada sekitar tahun 1824, Joseph Nieephore Niepee menemukan sesuatu yang kemudian menjadi awal ditemukannya teknologi fotografi modern. Melalui proses heliogravure, Joseph berhasil membuat gambar yang bisa disebut foto. Heliogravure adalah sebuah proses yang mirip dengan lithograf yang menggunakan bahan sejenis aspal sebagai bahan dasarnya. Dan pada tahun 1829, Joseph bekerja sama dengan Louis Jacques Mande Daguerre yang merupakan seorang pelukis. Namun itu tidak bertahan lama karena Joseph meninggal pada tahun 1833. Sebenarnya sebelum bekerja sama dengan Daguerre, Joseph sendiri telah menghasilkan foto pertama yang berjudul View From Window at Gras yang disimpan di University of Texas di Austin, USA.

Namun teknologi yang dikembangan oleh Joseph sendiri belum bisa diterima oleh masyarakat umum karena pelat yang digunakan harus disinari selama beberapa jam. Sepeninggalan Joseph, Daguerre bekerja sendiri selama enam tahun dan berhasil mempublikasikan temuannya ke seluruh dunia. Dengan bantuan seorang ilmuwan Daguerre berhasil menemukan teknologi yang dapat menghasilkan foto-foto permanen yang disebut Daguerretype yang tidak dapat diperbanyak. Teknologi ini sekarang lebih dikenal sebagai teknik cetak positif.

Dan pada 25 januari 1839, hanya beberapa hari setelah Daguerre menemukan teknik cetak positif, William Henry Fox Talbot menemukan teknologi yang sekarang dikenal sebagai contactprint. Teknologi ini memungkinkan sebuah foto untuk diperbanyak. Pada satu tahun kemudian, Talbot menemukan teknologi calotype yang sekarang dikenal dengan teknik cetak negatif.

Pada tahun 1850, seorang ahli kimia Inggris yaitu Robert Bingham memperkenalkan teknologi Wet-Plate Photography. Dan kemudian diikuti dengan pengembangan roll film. Dan pada tahun 1888, George Eastman berhasil mengembangkan teknologi kamera yang dapat dibawa kemana-mana dengan leluasa karena bentuknya lebih kecil. Kamera ini diberi nama KODAK yang merupakan sebuah kamera box kecil dan ringan pertama yang berisikan roll film.

Pada masa Daguerre dan Talbot timbul polemik tentang siapa yang sebenarnya yang lebih dulu menemukan teknologi peletakan plat/kertas pada camera obscura. Namun seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ternyata ada perbedaan signifikan yang terletak pada penemuan keduanya. Daguerre yang hasil penelitiannya disebut Daguerretype lebih mirip pada teknik cetak positif sekarang. Sedangkan penelitian Calotype milik Talbot, lebih pada teknik cetak negative.

Perkembangan teknologi fotografi kemudian merambah ke bidang kesehatan. Pada tahun 1901, Conrad Rontgen berhasil mengembangkan teknologi fotografi sinar X untuk pemotretan tembus pandang. Karena kontribusinya dibidang kesehatan, Rontgen kemudian mendapatkan hadiah nobel bidang kesehatan. Dan peralatan pemotretan itu kemudian dinamai dengan nama belakangnya.

Pengembangan pemanfaatan cahaya buatan untuk kegiatan fotografi seperti yang dikembangkan oleh Rotgen, juga dilakukan oleh Dr. Harold Edgerton. Dibantu oleh Gjon Mili, Ia menemukan lampu yang bisa menyala mati dalam hitungan sepersekian detik. Teknologi ini sekarang dikenal dengan sebutan lampu flash (blits).

Pemanfaatan teknologi inframerah dalam fotografi juga banyak membantu dalam penelitian. Kabut yang semula tidak dapat ditembus cahaya, kini dapat ditembus dengan menggunakan teknologi inframerah. Sehingga pemotretan didaerah yang banyak diselimuti kabut menggunakan teknologi ini.

Dikatakan bahwa perkembangan fotografi semakin pesat, seiring masuknya fotografi dalam dunia jurnalistik cetak. Pada mulanya sebuah foto hanya dapat disalin melalui lukisan tangan. Surat kabar pertama yang memuat gambar adalah The Daily Graphic pada 16 April 1877. Gambar yang dimuat adalah gambar sebuah peristiwa kebakaran.

Dan kemudian foto pengeboran minyak Shantytown karya Henry J. Newton adalah foto pertama yang dimuat oleh media cetak. Foto ini dimuat di surat kabar New York Daily Graphic di Amerika pada 4 Maret 1880.

Era digital bisa dikatakan dimulai pada tahun 1990 pada saat Kodak meluncurkan kamera digital pertama yaitu DSC 100. Sejak itulah kamera digital mulai dikembangkan oleh banyak produsen kamera. Sebenarnya teknologi rekam tanpa film sendiri sudah dimulai oleh perusahaan elektronik Sony pada tahun1981 melalui produknya Sony Mavica. Akan tetapi kamera tersebut masih menggunakan televisi sebagai alat preview sehingga belum bisa dikatakan sebagai kamera digital.

Pada awal perkembangan teknologi fotografi digital, kamera yang dihasilkan belum layak pakai. Ini karena resolusi pada kamera digital tersebut masih dibawah 1 megapiksel. Sedangkan untuk mencetak foto seukuran majalah dibutuhkan resolusi minimal 2 megapiksel. Dan masalah inipun dipecahkan dengan diproduksinya Fuji-Nikon E-2. Kamera hasil kerjasama produsen Fuji dan Nikon ini memiliki resolusi 1,3 megapiksel.

Namun masalah lain muncul. Kamera ini memiliki kekurangan di kapasitas media penyimpanan yang sangat terbatas. Tetapi sekarang masalah ini sudah teratasi. Perkembangan media penyimpanan dan resolusi kamera semakin pesat. Media penyimpanan makin tak terbatas dan resolusi kamera pun semakin besar, dan kemudian membuat perkembangan teknologi kamera digital semakin tak terbatas.

Sebagian besar pengguna kamera telah meninggalkan teknologi film dan beralih ke digital. Ini karena penggunaan kamera digital lebih mudah, murah, instan dan tidak menghabiskan banyak space penyimpanan. Akan tetapi, sebagian juga masih setia dengan teknologi film karena masih senang dengan warna foto yang dihasilkan.

Lantas kapan sebenarnya muncul istilah fotografi? Ternyata istilah itu muncul jauh setelah teknologinya ditemukan yaitu pada tahun 1839. Ini adalah tahun dimana terjadinya polemik antara temuan Daguerre dan Talbot. Seorang ilmuwan Inggris, Sir John Herchell adalah yang mengemukakan istilah ini. Fotografi berasal dari bahasa yunani yaitu photos yang berarti cahaya dan graphos yang berarti menulis/melukis.

FOTO PERTAMA

Foto pertama di dunia dibuat dalam tahun 1826 oleh Joseph Nicephore Niepce dari sebuah jendela di rumah perkebunannya di Peran­cis. Untuk “film” Niepce menggunakan lem­pengan campuran timah yang dipekakan dan ia mendapat gambaran kabur dari puncak­-puncak atap yang digambarkan di atas. Foto ini biasanya diperbaiki supaya jelas teta­pi versi yang seperti inilah wujud sebenarnya.

Sumber-sumber
Artikel “Sejarah Fotografi”, firama.8m.com
Artikel “Sejarah Fotografi, Sejarah Teknologi ” oleh Arbain Rambey (Jum’at, 20 Juni 2003), Kompas Cyber Media
Artikel “Story About Digital Kamera” (Rabu, 21 Maret 2007), http://solihin-photo.blogspot.com
Buku “Foto Jurnalistik” (Cetakan ketiga Agustus 2006), Audy Mirza Alwi.
http://blog.isi-dps.ac.id/budiwijaya/fotografi-sebuah-sejarah-dunia
http://alipangat.multiply.com/journal/item/7/sejarah_fotografi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar